Dialah sang pengajar ... Baginya, menjadi pengajar adalah suatu tugas mulia, memberikan dan mencurahkan apa yang dimilikinya kepada orang lain dengan harapan akan menyebarkan ilmu dan manfaat yang besar bagi dirinya dan bagi orang lain. Reward dari memberi ilmu akan abadi sifatnya. Ilmu yang telah diberikan dapat membuat sang penerima ilmu bisa memanfaatkan ilmu yang telah diterimanya dengan sebaik baiknya dan bukan tidak mungkin menjadi seorang hebat disuatu masa kelak. Tidak ada yang tahu sampai orang itu mengusahakan nya. Tapi sumber dari itu semua adalah ilmu, dan ilmu itu diberikan oleh seorang pengajar yang terkadang sering dilupakan.
Namun ternyata didalam perjalanannya, tidak mudah menjadi seorang pengajar yang idealis, begitu banyak rintangan baik dari dalam institusi ataupun dari lingkungan. Idealnya seorang pengajar akan memberikan semua ilmunya , berdiskusi untuk mengembangkan ilmu itu bersama siswa siswa nya, menggali ilmu itu lebih dalam lagi sehingga bisa terus menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Seharusnya pengajar dan siswa bisa saling memberi dan menerima, seharusnya tidak ada tawar menawar disitu. Pengajar wajib memberikan apa yang dimiliki dan siswa wajib melakukan dan meyerap apa yang diberi. Kita tidak akan membicarakan masalah reward disini, biarkanlah itu menjadi penghargaan ala kadarnya dari seorang pengajar.
Bekerja dan mengajar pada sebuah sekolah yang termasuk ’biasa biasa saja’ dan bukan sekolah unggulan menjadikan standar idealis harus bergeser. Tidak bisa memaksakan suatu kurikulum yang keras dan mengejar perkembangan karena para siswa nya tidak berada pada standar ‘ingin maju’ dan hanya mengejar titel .Waktu perkuliahan hanya menjadi ritual datang, absen , mendengar dan pulang, dapat tugas, ujian, dan ijazah, selesai. Menyedihkan bukan ??
Berpegang teguh pada pendirian, berusaha tetap menjadi pengajar yang idealis, mencurahkan kemampuan, ilmu dan apa yang dimiliki untuk diberikan kepada siswa ternyata menjadi batu sandung sendiri.
'Tidak usahlah terlalu idealis, anak anak itu tidak butuh terlalu banyak ilmu, biar saja berikan pelajaran sesuai silabus nya, tidak usah terlalu lebar ,nanti mereka malah bingung dan tidak bisa lulus'
'Janganlah memberi tugas terlalu berat, nanti ujian mereka terhambat dan tidak lulus'
'Jangalah menguji dengan standarmu, kasihan mereka, cukup tanya sedikit saja saat ujian skripsi , biar mereka lulus'
MENGAPA ??? itu menjadi tanda tanya besar dari sang pengajar.
'Karena kita dibayar oleh mereka '
'karena sekolah kita tidak bisa bersaing dengan sekolah besar lainnya jika kelulusan kita minim'
'karena yang dibutuhkan anak anak itu hanya titel, ilmu akan datang sendiri nya kok'
'karena ijazah sudah ada ditangan mereka, jd luluskan saja , jadikan ujian skripsi hanya formalitas saja'
Dan sang pengajar terdiam .. terpaku mengetahui kenyataan .
Dikala dia bermalam malam menyiapkan silabus dan buku panduan unutk muridnya, dikala setiap malam dia habiskan untuk membaca,mencari tambahan ilmu untuk diberikan kepada muridnya, dikala setiap bimbingan diluangkan waktu berharganya dengan sepenuh hati untuk membaca lembar demi lembar skripsi siswanya, dikala dengan konsentrasi dicurahkan keinginannya meminta pertanggung jawaban siswa atas skripsi yang dibuatnya.....
Dia tertegun, mendapati bahwa yang dilakukannya adalah kebodohan bagi mereka. Kesia- siaan, menghabiskan waktu , menghabiskan tenaga, pikiran dan perasaaan.
'tak usahlah terlalu idealis sobat.... ajarkan saja apa yang tertulis, mereka akan terima aja kok'
'Ya, bagimu, tapi bagiku tidak bisa'
'tak usahlah terlalu detail bertanya sobat... kasian mereka, sudah bayar mahal mahal, pakai di bantai juga'
'bagaimana bisa, jika menjawab arti sample dan populasi saja mereka tidak mengerti'
'terserah kamu sajalah, tapi jika masih mau mengajar disini, ikutilah aturan kami... lunak kepada siswa , dan kamu akan aman aman saja'
Sang dosen tertegun , merapikan tas butut berisi laptop tahun 2000 miliknya hasil dari hadiah atas prestasinya, dan berlalu bersama idealisme nya... dia menyerah ...
=========00oooooo00========
Semoga masih banyak dosen dosen yang tetap berpegang pada kaidah yang benar, bukan mendahulukan materi dan materi .. Tetaplah memberi ilmu ..Diikutsertakan dengan nekat dalam lomba di sini.

kirim dong mba..
ReplyDeleteayoo.. ayoo...
saya juga lagi nulis kok.. :)
biar rame..
takut jadi kontroversi ... pengen nulis panjang lagi dengan perbandingan dan data2nya. tp dah lemes dan males nyari kata2nya ... euy ....
ReplyDeletekirim mbak...saya tersentuh lho...sedih
ReplyDeletekirim atuh, Mba Eva.. :)
ReplyDelete@ kathy : yup, begitulah kenyataannya... udah kirim , dengan nekat .. hehehe
ReplyDelete@ teguh :insya Allah dah terkirim ...
Asyik ikutan ya mbak. Hemmm ini ksh nyata suamikah mbak? :-)
ReplyDeletealhamdulillah kl di kampus dian gak sampe ngalamin mslh gitu. Tp ada bbrp rekan di kampus lain curhat jg spt itu. Pdhal bikin jelek akreditasi jg sikap dmikian ya mbak?
Masih boleh daftar kan? :)
ReplyDeleteMaaf, Mbak belum baca nih.. hehehe
Salut sama dosen2 yang masih idealis begini Mbak
ReplyDeletePentung!!! nulis kok sambil komentar *padahal mah sama* hihihi
ReplyDeletekebanyakan di swasta kecil .. sedih dan bikin nangis kalo diceritain ama suami. Karena itu dia termasuk yang di blacklist , sekarang Alhamdulillah dah dapat ngajar lagi, tp dengan standar semau dia, ga mau diatur lagi ..
ReplyDeleteBeberapa institusi tdk mempedulikan itu, karena juga didesak oleh siswanya sendiri. Kebanyakan bagi siswa yang sudah bekerja dan kuliah demi titel, mungkin krn brasa udah punya uang, jadi menyepelekan ilmu ..
daftar ama kirim kan emang barengan, makanya aku bingung, batas daftar tgl 17, batas publish 20, nah kan utk daftar kudu publish, jadi ya sama aja yak....
ReplyDeleteDaftar ayoooo buruan
Smoga masih banyak ya teh .. biar semakin maju Indonesia ku
ReplyDeletesemoga masih banyak mba eva yang idealis..... masih banyak kok....
ReplyDeletesukses ya.. siapapun yang menang semoga dari warganya MPID.....
semoga menang :))
ReplyDeleteMbak, saya bacanya sedih banget. malah ajdi merasa beruntung gak kuliah, dari pada kayak githu :(
ReplyDeleteuntunglah di tempatku gak begitu, walalupun swasta kecil, masih mendulukan ilmu
ReplyDeletebukan berarti kalah khan?
ReplyDeleteMoga di tempat baru lebih baik ya..
ReplyDeletesalut sm perjuangan dan prinsip suaminya mbk eva, smg tetep konsisten di jalan ini....
ReplyDeletesementara berhenti untuk bertahan thp idealisme nya.. Ternyata susah , akhirnya menurunkan sedikit standar ... Aku melihat perjuangannya cuma bisa berdoa smg dia masih bertahan dengan apa yang di yakininya dan institusinya mau memperbaiki diri demi kualitas yang lebih baik
ReplyDeleteternyata tdk semuadh itu .... masih blm dapat tempat yang menerima keidealisme-annya. Mencari jalur mengajar ke tempat lain pun tdk semudah itu..
ReplyDeleteinsya Allah ... saya cuma bisa mendoakan smg dia masih bertahan dan tetap menjaga apa yang diyakininya
ReplyDeleteInsyaAllah akan ada jalan yang lebih baik utk beliau sang pengajar...
ReplyDeletegak semua kok ... kebetulan sang pengajar ini berada pada tempat yg kurang pas dengan idealismenya dia. Masih banyak tempat belajar yang benar benar memberi ilmu sesuai dengan ideal nya... Jangan patah semangat dong.. ini mah hanya satu sisi kecil kehidupan seorang pengajar
ReplyDeletemasih banyak kok yang baik dan benar mengabdikan dirinya . Smg didukung pula oleh institusinya .
ReplyDeleteGa berharap banyak mba, cuma benar2 partisipasi ajah
Alhamdulillah... ini kebanyakan pada kelas2 eksekutif, dimana siswanya adalah pekerja2 ..
ReplyDeletecuma partisipasi aja mbah
ReplyDeleteinsya Allah, walau ternyata sulit dan berat
ReplyDeletebuat naek pangkat si mahasiswa di kantornya ya mbak..hehehe
ReplyDeletedian gak pernah dapat tawaran ngajar di swasta mbak.. banyak yang sudah khawatir ama dian..hihihihi jadi mending gak usah di "lamar" untuk jadi dosen..hihih
iya, jadi syarat utk kenaikan jabatan. Pernah ngajar orang2 yg dah lumayan sepuh, hadooh pas ujian, masa di tanya judulnya apa, dia lupa, okelah mungkin krn stress, trus ditanya arti populasi itu apa, eh bengong, trus ditanya lagi eh malah jantungan .. wadooohh... bingung suamiku . Ngasih D, tp dosen lain ngasih B ... hiks sedih kan...
ReplyDeleteMau ngajar di negri kan harus ada syarat2nya dan ada channel ke sana. Suamiku otodidak , semua belajar sendiri .
syarat PNS sih biasa mbak...
ReplyDeletetapi kalau chanel ya gak tau.. karena dulu dian ngelamar karena dekannya nawarin ke 5 besar kelulusan... :)
tapi kalau diswasta yang bagus juga sama bagusnya ama negeri kan mbak... semoga nanti mas nya dapat yang nyaman dihati ya...
insya Allah ... swasta bagus hrs ada channel dan katanya sih grasak grusuknya jg kuat .. entahlah .. skrg dia ngajar di tempat kakak nya dulu, gpp ngajar anak SMA, lebih enak dan ga sombong sprt siswa kantoran.
ReplyDeleteRencana sih mau bikin les privat aja, buat anak SD, mudah2an bisa deh
Sejujurnya aku punya niat itu juga, Uni, tapi insyaAllah berusaha supaya belajarnya bisa betulan juga.... miris kalau dengar cerita teman-teman, tapi sekaligus juga bersyukur kami nggak perlu keluar uang lebih dari yang seharusnya seperti mereka.
ReplyDeleteHaitts, salah nge-quote karena error tadi :D.
ReplyDeleteSejujurnya aku punya niat itu juga, Uni, tapi insyaAllah berusaha supaya belajarnya bisa betulan juga.... miris kalau dengar cerita teman-teman, tapi sekaligus juga bersyukur kami nggak perlu keluar uang lebih dari yang seharusnya seperti mereka.
tooozz buat dosen kaya gini.. pengalaman suami ya mbak..
ReplyDeleteitulah mbak kalu orang kebanyak lebih berbinarbinar dengan gelar.. tanpa isi padahal..
jadi inget ibuku, compare sama dosen pembimbing TAku ;))
ReplyDeleteya tuntutan harus sgr selesai kuliah, jd mau bayar berapa jg di kerjain
ReplyDeletenah loh. pembimbingnya kenapa ?
ReplyDeletepembimbing dulu boro deh baca TAnya dg detil, bimbingan aja mesti ngejar ke bengkel, pas ujian ditinggal :D kalo mamah mah bisa konsul di rumah, dateng ke kampus juga pagi biar gak keduluan sama mhs yg suka telat, belum lagi kalo mau ngajar itu mempersiapkan dirinya segitunya, belum lagi kalo baca TA, sampe kata per kata diteliti, kadang sampe ke masalah keluarga juga kalo anak bimbingannya gak kelar-kelar TAnya wkwkwk. gak pernah ngurus segala sesuatu buat naek golongan sampe diancem mau dipensiun dini, baru deh ngumpulin tuh segala persyaratan wkwkwk. cuma terakhir2 ya gitu, terbentur teknologi bernama power point :D
ReplyDeletesemalam mau komen panjang dah ngantuk... lanjut boleh ya :D... gratis kan ?
ReplyDeletesalah satu cita2ku mau jadi dosen mba.... bukan ngarep duitnya, tapi pengen dapat amal dari "ilmu yang bermanfaat" yang terus mengalir mengalir dan mengalir.. walau kita sudah meninggal.... tapi belum dapat kesempatan aja...
yang pasti suami mba eva sudah punya tabungan amal itu.....
betul mba, tapi membagi ilmu kan bukan hanya dari menjadi dosen, bila ada kesempatan ya bagus, tp sekedar sharing disini juga insya Allah bermanfaat.
ReplyDeleteKalo dulu waktu ngantor, teman2 suka dapat kesempatan ngajar untuk calon pegawai, aku ga pernah kebagian , soalnya aku anak badung .. hehehe
ooh mamah dosen ya mi.. sama banget kaya suamiku, itu kalo ada yang bimbingan, berbundel2 di baca satu satu, di koreksi, tp akhirnya suka ga di rubah jg ama siswanya, hiks.. komplen eh malah di komplen balik ama dosen lainnya. bener2 deh ...
ReplyDeletekalo ujian skripsi ya vanda, ada dosen di mana gitu..kebetulan dia megang jabatan di jurusan...kalau anak bimbingan dia yang ujian skrispsi, semua jadi mudah..dapat koreksian dari dosen yang lain, dia bilang sudahlah..ini kan cuma skripsi S1..ga usah terlalu idealis..
ReplyDeletegiliran mhs bimbingan dosen yang lain ujian skripsi, dia 'hajar' habis2an metode nya..sampe hampir ribut ama dosen bimbingannya di depan mhs..
aneh..kok bisa ada manusia kayak gitu..amit amit.. :(
Wah kebangetan kalau ga tahu sample dan populasi di tugas akhir. Tapi mungkin di sinilah dedikasi dan kesabaran Pembimbing diperlukan:) *sering ngalamin, dan harus dengan sabar menjelaskan ulang*
ReplyDeleteitulah kenyataannya , entahlah bagaimana mereka saat bimbingan ..
ReplyDelete