Just Like that
”Tumben pakai baju panjang, blouse panjang gitu va, emang mo pake jilbab?” begitu kira-kira yang diucapkan temanku saat hari itu aku tiba-tiba ingin menggunakan pakaian panjang. Kala itu aku masih bekerja di salah satu Bank , di tahun 2000.
”Kenapa tidak ? ” jawabku dengan sekena-nya tanpa mikir panjang dan langsung berlalu dari tatapan kagetnya.
”HAH ? Serius luh ? ”
”hehehehe... liat aja lah nanti mas , aku asal ngomong kok ”
Siang itu aku tiba-tiba merenungkan pembicaraan tadi, kenapa aku bisa menjawab seperti itu ya, terpikir sekalipun tidak untuk menggunakan jilbab . Walau adik dan mamah sudah menggunakan jilbab, aku sama sekali belum ada rencana dan niat untuk mengganti penampilanku.
Hari itu aku begitu gelisah, entah apa yang aku pikir dan rasa, tapi kalimat ’kenapa tidak’ yang aku lontarkan kepada kawanku itu benar-benar membuatku berpikir, ya kenapa tidak....
Kejutan dariku
Malam itu aku tetap gelisah, aku juga tidak mengerti apa yang aku pikirkan, hanya kalimat ’kenapa tidak’ itu yang terus menyeruak kedalam gelisahku. Aku masih tidak memikirkan bahwa berjilbab adalah kewajiban, aku tidak mempedulikan masalah memperbaiki akhlak dulu baru menutup aurat, tidak, aku tidak memikirkan itu semua, aku hanya berpikir ya, kenapa tidak ... Berjilbab itu adalah cara berpakaian , mau pakai topi , jaket, celana panjang, itu juga cara berpakaian, jadi kenapa aku harus takut untuk berjilbab ? Kata orang , jilbab itu bisa menghindarkan diri dari fitnah, dari godaan, jadi kalau aku pakai jilbab, setidaknya aku bisa terhindari dari hal tersebut. Ya, kenapa tidak..
Pagi itu, aku kembali mengacak lemari pakaian kakak dan mamah, mencari rok panjang dan blus panjang, lalu aku buka lemari plastik tempat mamah biasa meletakkan jilbabnya. Aku ambil satu yang sewarna dengan pakaianku, mencoba memasangkan pada kepalaku. Haduuh , ini susah amat sih, licin sekali, bisa melorot terus ini mah. Nyaris 10 menit aku berdiam di depan kaca kamar mamah, tangisan Putri tak aku indahkan, aku serius mencoba jilbab itu, hingga tangan ini lumayan lelah mengotak atik selembar kain untuk bisa menemaniku hari itu. Nyerah .....
Aku keluar kamar dan memanggil mamah masuk kamar, aku utarakan secara singkat bahwa aku ingin coba pakai jilbab. Mamah yang sudah mengerti dengan baik anaknya yang labil ini, tidak berkomentar banyak, hanya membantu merapikan jilbabku, dan tersenyum melihat pancaran wajahku di cermin.
Akhirnya selesai sudah, aku keluar kamar, dan tersentaklah semua yang sedang menikmati sarapan di pagi itu. Adikku yang sudah lebih dulu memakai jilbab menciumku, dan mengucapkan selamat, sedangkan yang lain Cuma terbengong dan akhirnya terucap kata ’beneran tuh? ” dan sekali lagi , perempuan ini cuma bisa bilang ’kenapa tidak?’
Sebelum berangkat, aku hampiri suamiku, dan aku meminta ijin kepadanya mengenai keputusanku, dia tidak berkomentar banyak, hanya berujar bahwa dia tidak punya hak untuk melarang orang berbuat kewajiban . Dia tidak menasehatiku untuk membenahi hati dulu, merubah perlahan sifat dan sikap, dia tidak menyindirku untuk istiqamah dan sebagainya, dia hanya berucap bahwa dia mendukung apapun yang aku lakukan. Alhamdulillah....
Tiba di kantor, sekali lagi aku mengejutkan mereka semua, kebetulan saat itu aku menempati kantor layanan yang karyawannya memang sedikit. Ini memudahkanku untuk beradaptasi dan tidak lelah menjawab semua pertanyaan yang mungkin belum aku siap untuk menjawabnya . Satu persatu menyalamiku dan aku cukup terharu karenanya. Beginikah rasanya orang yang mendapat hidayah , sedangkan aku sendiri tidak yakin apakah memang aku mendapatkan hidayah..
Sibuk
Terus terang keputusan memakai jilbab ini seperti menjentikkan jari, tidak ada proses, tidak ada latihan, tidak ada pemikiran panjang, ya , just like that. Dan hasil dari spontanitas itu , aku kebingungan dengan cara memakai jilbab yang baik dan benar. Hari pertama aku memakai jilbab, sukses membuatku menjadi penghuni kamar mandi selama 30 menit sendiri hanya untuk membereskan jilbab setelah shalat Dzuhur. Stress, panik, antara harus buru-buru karena ditunggu antrian nasabah dan kewajiban harus rapi. Sampai akhirnya aku harus minta tolong OB untuk membelikan aku peniti dan jarum pentul yang banyak untuk aku jadikan penyangga itu jilbab supaya ga meluncur dari kepalaku.
Mungkin memang salahku yang tidak mengerti sama sekali tentang bahan yang nyaman untuk dipakai berjilbab, aku asal ambil saja hari itu. Aku menggunakan jilbab licin, tanpa ciput, dan hasilnya jilbab hanya menumpu langsung ke rambut, ya berantakanlah .... Rasanya ingin tertawa kalau ingat kejadian itu, stress parah ..
Jadilah setelah shalat dzuhur itu, aku pakai jilbab dengan 2 peniti, mengikat di leher, jarum pentul kanan kiri di atas telinga, di belakang jilbab dan dimana lagi ya aku lupa, tapi yang jelas posisi itu membuatku aman hingga berakhirnya waktu kantor , dengan catatan, aku tidak berani merubah posisi kepalaku, karena takut jilbabnya bergeser. Hari yang sungguh melelahkan..Beruntunglah rumahku saat itu tidak jauh dari kantor, aku putuskan untuk shalat ashar di rumah, karena bila aku paksa di kantor, bisa pulang sehabis Isya nih gara gara sibuk beberes jilbab.
Hidayahkah itu ?
Tentu saja banyak yang mempertanyakan keputusan drastisku untuk berjilbab, dari yang mendukung sampai yang mencibir. Aku tidak peduli sama sekali saat berhadapan dengan pertanyaan dan cibiran itu, kuncinya hanya satu, aku jawab dengan kalimat awal kenapa aku berjilbab, ’kenapa tidak’ . Dan mereka terdiam untuk kemudian tidak bertanya lagi tentang itu.
Tenangkah aku ? Tentu saja tidak, aku mulai mempertanyakan ’kenapa’ pada diri sendiri. Apa iya aku hanya ingin begitu saja memakai jilbab tanpa ada alasan dari dalam batinku? Cukup lama aku merenungkan itu, hari demi hari aku jalani dengan jilbab yang mulai perlahan rapi walau pakaianku masih kurang matching. Perlahan aku mulai menikmati keberadaanku dengan cara berpakaianku, aku mulai menikmatinya dan perlahan menemukan jawaban dari apa yang kupertanyakan.
Aku bisa mengontrol diriku dengan lebih baik, aku bisa menjaga prilaku dan emosiku dengan lebih rapi, aku bisa mencegah pria-pria iseng berbuat tak pantas padaku, aku bisa lebih nyaman berbicara dengan teman teman wanitaku, aku bisa lebih lembut dan aku lebih bisa menjaga akhlakku. Subhanallah... semua berubah seiring dengan apa yang aku pakai. Aku ingin menjaganya untuk diriku, untuk menghijabkan diri dan jiwaku.
Jika ada yang bilang bahwa menghijab hati lebih penting daripada menghijab tubuh, terserahlah anggapan mereka, aku tidak mau berdebat masalah itu, aku sadar, mereka mempertanyakan itu mengingat masih tidak bersihnya diriku yang berani berani nya memutuskan menutup kepala dengan jilbab , betapa mereka begitu mengenalku hingga khawatir bahwa keputusanku adalah keputusan sesaat. Mereka tidak tahu, bagiku tidak ada kata mundur untuk suatu keputusan.. aku lebih baik diam dan berlalu dengan keyakinanku.
Inikah hidayahku ? Semoga.. Aku hijabkan diriku dari permukaan yang terlihat, perlahan merambah ke sikap, sifat, rasa dan jiwa. Sampai kini pun masih belum sempurna, namun aku terus berusaha membenahi diri, perlahan namun pasti, dengan suatu kata yang selalu mengingatkanku akan ini, kenapa tidak ....
”Wahai Nabi (katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anakmu, dan wanita-wanita kaum muslim agar mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS.33 : 59)”
=======================================
Aku hanya seorang Hamba
Yang selalu mengais akan Cinta
Berbenah jiwa, diri dan hati
Hanya mencoba mencari ridha Illahi
Ya Allah.. langkahku terlalu lambat menggapaiMU
Egois dan duniawiku terus ada menyeruak tak menentu
Terkadang ingat, tersering alpa
Cobaan menerpa maka mulai diri terpana
Baru satu langkah diri berlari
Mencoba menghijab diri
Berharap raga jiwa dan hati
Harus berubah menjadi berarti
Jiwa yang terkadang hampa
Terisilah dengan rasa malu akan kuasaNYA
Terdesaklah oleh rindu pada cintaNYA
Menghampar diri tuk berlabuh dimalamNYA
===============
Diikutkan dalam Lomba dengan Tema Jilbab Pertama yang diselenggarakan oleh Dian , Semoga bermanfaat...
hiks, pengen nulis jg, tp, ko gak nulis2 ya
ReplyDeleteKeputusannya tiba2 ya.. Tahun berapakah itu mbak memutuskan berjilbab?
ReplyDeletehehhee. kebiasaan deadline nih ... hayo tulis ... *jewer fara
ReplyDeletetahun 2000 mba, wong hari sebelumnya aku masih pakai rok pendek.. hehehe.. aneh juga
ReplyDeleteawwwww,,,,,sakit bund T_T
ReplyDeletehemm , ntr malem deh insyaallah , kl gak telat pulang tapinya
aku juga pake jilbab tahun 2000 mba eva...toss
ReplyDeleteSubhanallah...
ReplyDeleteTerimakasih sudah berbagi kisahnya mbak. Eh tulisan ini diikutkan lomba toh? Hehe
toss juga.... udah punya anak, baru nyadar.. hehehe
ReplyDeleteIya, lombanya Dian, coba klik di link nya deh
ReplyDeletehihi...seperti Vina yg kaget liat hetsotku berubah, pdhl seminggu sebelumnya masih sempet pamer poto yg keliatan paha :-D
ReplyDeletebtw, aku gak kebayang mb Eva pake' rok pendek, yg ada dalam bayanganku mb Eva itu ya anggun berjilbab panjang :)
Iya mba... Proses aku berjilbab juga cepet banget... Ga pake mikir panjang lagiii....
ReplyDeletealhamdulillah... :)
ReplyDeletealhamdulillah...semoga tetap istiqomah
ReplyDeletejadi pengen nulis juga. salam kenel mbak... :)
ReplyDeletealhamdulillah yaa..
ReplyDeletebtw, aku setahun lebih dulu dr dirimu vanda..waktu kuliah tahun 2 :)
pengin ikutan lomba juga, tp ga PD ah. Gw baca2 lagi, tulisan gw kok garing.. :-p
ReplyDeletekebayang waktu stress benahin jilbab pertama, bahan sutra ya?..aku jg dulu sibuk dg jilbab pertama dr bahan teteron abu2 waktu kelas 2 SMA..aneh bentuknya mencong sana sini :-D
ReplyDeletesiipp.. masih ada waktu kok , kan sampe 30
ReplyDeletehehehe... begitulah, dulu ancur2an deh. Pernah ada teman nge tag foto waktu msh blm berjilbab, huaaa malunya , langsung remove aja deh :)
ReplyDelete@ Ira : abis dari situ baru mikir ya.... Alhamdulillah bisa istiqamah dan semakin erat rasanya dg jilbab ini
ReplyDeleteabis dari situ baru mikir ya.... Alhamdulillah bisa istiqamah dan semakin erat rasanya dg jilbab ini
ReplyDeleteabis dari situ baru mikir ya.... Alhamdulillah bisa istiqamah dan semakin erat rasanya dg jilbab ini
ReplyDeleteSubhanallah... Seneng deh baca kisah2 ttg pengalaman jilbab pertama... Macem2 ya ceritanya..:).
ReplyDeleteAku jg pernah tuh mbak, ada temen yg iseng nge-tag foto aku wkt blm pake jilbab, pake yukensi pula... Maluuu bgt! :(
Jd pengen ikutan nulis jg, btw pangling liat fotonya mba eva diatas :)
ReplyDeleteiya, jadi makin yakin dan berharap ada yang terbuka hatinya untuk ikut melaksanakan kewajiban..
ReplyDeleteAku udah tegur teman2 lama spy ga nge-tag atau pajang fotoku waktu ga berjilbab ... masa lalu euy
hayo nulis.... itu aku tahun 2005 kayaknya deh, skrg beda , udah lebih kurus ..
ReplyDeletewaktu pertama itu sih bukan sutra mba, aku ga tau bahannya apa , tp licin banget, iihh geregetan deh kalo ingat pertama itu.. hehehe
ReplyDeletesalam kenal juga, yuks saling berbagi cerita , mudah2an bisa menginspirasi banyak teman
ReplyDeleteSama mba, keputusanku pake jilbab jg sangat tiba2 dan untuk alasan yg kalo aku pikirkan skrg ini konyol sekali, tp itulah hidayah, terkadang dtgnya dengan cara yg tidak kita bayangkan :)
ReplyDeletekuliah mah aku masih tomboy dan masih dikit temen yg pake jilbab
ReplyDeleteJadi judulnya buat kita, menyambar setitik hidayah...
ReplyDeleteGak mikir panjang
andai bisa sigap selalu menyambar ya mba...
Kebayang gimana taatnya para shahabiyat saat turun ayat hijab ini. Gorden disamber, taplak meja ditarik....
Alhamdulillah ya, mba... Hidayah memang datang dari mana saja... :)
ReplyDeletebeda bener.. proses aku panjang banget...... dari mulai tahu itu kewajiban ketika smp kelas II, baru terlaksana tahun 2003...
ReplyDeletesemoga kita tetap istiqomah
*masih belajar dan berbenah hijab*
sepertinya puisi menjadi khas tulisan mbak eva.. ^_^
ReplyDeletepengen belajar nulis puisi nih mbaaaak..:)
btw makasih udah ikutan ya.. dian save mbak.. :)
Subhanallah... Semoga bisa tetap istiqomah...
ReplyDeleteTapi aku setuju mbak, dengan jilbab di kepala, rasanya kalau mau berbuat hal-hal yang tidak baik. Kok ya jadi malu sama jilbab itu. Sehingga perlahan-lahan, kita merasa diri kita berubah. Seperti yang mba Eva tulis, jadi lebih tenang, lebih lembut, dll.
Idem, Mbak Shant, hehehe....
ReplyDeleteAlhamdulillah ya Mbak Eva, hidayah itu datang dengan indahnya.... yang penting ke depan terus istiqomah.
hihihi jadi inget jengshanti pake celana pendek di pantai sama anak2.. eh besoknya udah berjilbab coklat.. kirain jilbab buka pasang doang, ternyata sudah jilbab beneran..
ReplyDeletekalu mbakeva pake rok pendek ala span gitu ga ya? yang setengah paha gitu?
hehe..ketawa waktu baca yg bagian pake jilbab gak pake ciput dan banyak peniti plus jarum pentul... thanks for sharing mba.. salam kenal :)
ReplyDelete