Dari dalam kereta yang sedang berhenti sejenak di sebuah stasiun beberapa waktu lalu, terlihat pemandangan yang cukup membuatku tertarik. Dua orang pedagang, yang satu ramai sekali, karena dia berjualan makanan yang sepertinya enak dan murah. Tampak di sebelahnya seorang pedagang lainnya yang berjualan makanan juga, sepertinya makaroni deh, terlihat memandang pedagang satunya tadi dengan tatapan hampa...Ya, si pedagang makaroni sepi pembeli, dia hanya mampu duduk melepas lelah setelah berkeliling sepanjang stasiun. Tampak olehku dagangan bapak pedagang makaroni itu masih penuh, wajahnya pucat, tatapannya tak lepas dari pedagang makanan pertama , tatapan harapan, tatapan seandainya dagangan dia bisa selaris dagangan si bapak itu. Aku tak kuasa berbuat apapun, aku tidak mungkin turun dari kereta yang sangat sebentar bertandang di stasiun itu. Masih... bapak pedagang makaroni itu masih tak lepas memandang pedagang temannya , aku .... pedih ... sedih .... tak kuasa menggantikan tatapan sedihnya menjadi tatapan bahagia. Aku hanya bisa berdoa, semoga ada seseorang yang berkenan membeli makanan-nya yang aku yakin adalah titipan dari pengusaha makaroni besar. Aku menatap diriku, mencoba membuka hatiku dan melihat kembali perbuatan diri di waktu kemarin.... Adakah keputusasaan pada diriku ? mungkin.... Adakah keluhan keluar dari lisanku ? mungkin ... Adakah ke-iri-an menghampiri diriku ? mungkin... Adakah aku kecewa akan apa yang aku raih hari itu ? mungkin .... Aku sadar... akupun begitu lemah, mungkin aku pernah berlaku seperti bapak makaroni itu, merasa sedikit iri akan rizki yang diterima oleh orang lain, merasa kapankah waktuku bisa dikelilingi pelanggan dan dagangan habis dengan rasa puas, merasa betapa bahagianya pulang dengan membawa rizki yang besar dari hasil dagang hari ini. Tapi ... mungkin memang belum rizki ku hari itu, ke-iri-an hanya akan melemahkan diriku, mengapa tidak kurubah saja rasa iri itu menjadi suatu harapan, bahwa aku bisa menjadi lebih baik, tanpa harus mengosongkan diri dari semangat dan keyakinan. Berdoa... Ikhtiar ... Pasrah .. Ikhlas... Yakin.. bahwa setiap hari adalah harapan ....Tengokkan dirimu kepada yang lebih dari dirimu sebagai pemicuTundukkan dirimu kepada yang kurang dari dirimu sebagai rasa syukurSelalu ada Bintang terang di depan Selalu... dan Semoga...
hiks ...aku ngebayangin ngeliat si bapak penjual makaroni itu kok jadi ikutan sedih ya aku sedikit ketularan ibukku lho mbak, kadang beli sesuatu karena kasihan sama penjualnya yg udah tua
aku juga suka gitu, makanya kalo aku beli dari pedagang2 kecil gitu, ga tega nawar deh, mereka dapat berapa sih dari komisi jualannya... hiiiiii ngebayanginnya ga tega aku :(
Ini yang mudah, Mbak kek Anaz meskipun selalu dis, selalu mencoba mengikuti lomba Qn ini Ada perasaan lain saat mampu mengungkit segala kesusahan di masa silam. Bukan hendak menunjukan kekurangan diri, tapi ini untuk cerminan Anaz kalopun sampai hari terakhir kena dis juga, Anaz gak peduli *hahahah* yang penting nulisnya hihihi... Maksa banget deh :D
dulu ketika masih sering naik kereta dari surabaya ke madiun atau sebaliknya, saya sering mengamati dan merenungi penjual makanan yang menawarkan dagangannya di stasiun atau di kereta mbak. pikiran saya sempat bertanya dan mencoba menghitung, berapa ya kira-kira penghasilan, misalnya penjual nasi bungkus yang pasti hanya menjualkan saja dan bukan sekaligus produsennya.
tapi kemudian saya sadar, bahwa sesungguhnya Allah sebaik-baik pengatur rejeki, yang tak bisa saya kalkulasi dengan nalar pikiran, dan hitung-hitungan kalkulator.
kejadian niy mbak, bbrp waktu lalu waktu ke kantor developer ada yg jualan gasing dari bambu dan akar wangi gitu pernah liat niy di acara "jika aku menjadi" tentang bapak2 tua yg kerjaannya bikin dan jualan barang spt itu suamiku langsung nyamperin trus tanya2, asalnya darimana, jalan berapa jauh dll endingnya beli macem2 deh, gak pake' nawar malah dilebihin *pdhl gak butuh :-D* abis itu kami berdua jadi ngobrol banyak tentang mensyukuri sesuatu dan mendoakan semoga rejeki si bapak itu lancar :)
aku suka nonton jika aku menjadi itu , anak2 jg aku suruh nonton, dengan bimbingan ku. spy kita lebih memiliki empati dan simpati... betapa berharganya uang yang kadang bagi kita cuma segitu... Itung2 sedekah ke yang lebih jelas ya shan ...
aku hampir tiap hari naik kereta, melihat beragam orang, bercerita dengan banyak orang juga mbak..kadang kalo gitu suka ada "tamparan" manis ke aku...betapa kadang kurang bersyukur atas apa yang sudah dirasakan dalam idup hini...hiksss...
betul .... karena itu biasanya aku hanya bisa berdoa smoga mereka dan saya juga sll dalam hidayahNYA, sabar, tabah dan tidak gelap mata , karena rizki manusia sudah tertulis jelas bahkan sebelum kita terlahir
iya wi ... masih terus harus belajar untuk pasrah dan sabar... Ya gitu deh ya, rumput tetangga terlihat selalu lebih bagus, pdhal kita tidak tahu, didalam rumput bagus itu seperti apa di dalamnya
sy plg ga bs liat org kyk bpk2 yg jual makaroni itu. Ga taulah mbk, sy gampang bgt kasian. Curcol ni...Seminggu ini sy mulai panggil asisten buat beberes rmh n nyetrika...dia dtg 2 hr skali minta harga 500/bln sy nego jd 400. Lah, br hr pertama, ngeliat si mbk gosok pakean trs nyapu ngepel... Eh tau2 sy dah sibuk buatin teh, sediain cemilan buat dia. Abistu bungkusin apa yg ada buat anaknya...kl dipikir, dia kerja ga seberapa capek kok sy ribet banget rasa kasiannya...
Aku pernah liat ada kakek2 udah renta, tapi jualan ulekan batu *yg tentu sangat berat* dari rumah ke rumah. Ulekan batu itu disampirkan dengan mengunakan kayu bertali di pundak. Ulekan batu kan barang yang tidak habis setahun dipake orang, tentu saja yang beli minim sekali di perumahanku itu. Atau wanita tua sudah tak bersuami yg menjual makanan kampung yang orang udah jarang minatnya. Hiks...ga kebayang deh mbak kl diri sendiri yang mengalami itu semua. Menyadarkan diri yang kurang bersyukur...:'(
aku suka kepikiraaan terus nih mba klo kejadian kayak gini dan pas kita ga bisa berbuat apa apa...aku keipiran beerhari hari.....pingin membantu sibapak tp situasi gak memungkinkan.
Iya Bun, semoga Allah ijabahkan doa Bunda Eva utk bapak tsb, amin amiin. Siapa tahu selewatnya Bunda, eeh ada yg borong makaroni, wallahualam. Iri melihat yg di atas bagus juga ya, sebagai acuan, tp tetep lihat ke bawah, wah syukurnya berkali-lipat deh.
jadi mengaca lagi nih :(.....walau belum kelar2 itu urusan... tapi alhamdulillah masih bisa napas, bisa makan, bisa jalan2... bisa empian.. beryukur ajah jadinya..... huhuhuhuhu maafkan aku Ya Allah yang suka ngadu ga ada puas2nya :)
Dari dalam kereta yang sedang berhenti sejenak di sebuah stasiun beberapa waktu lalu, terlihat pemandangan yang cukup membuatku tertarik. Dua orang pedagang, yang satu ramai sekali, karena dia berjualan makanan yang sepertinya enak dan murah. Tampak di sebelahnya seorang pedagang lainnya yang berjualan makanan juga, sepertinya makaroni deh, terlihat memandang pedagang satunya tadi dengan tatapan hampa...Ya, si pedagang makaroni sepi pembeli, dia hanya mampu duduk melepas lelah setelah berkeliling sepanjang stasiun.
ReplyDeleteTampak olehku dagangan bapak pedagang makaroni itu masih penuh, wajahnya pucat, tatapannya tak lepas dari pedagang makanan pertama , tatapan harapan, tatapan seandainya dagangan dia bisa selaris dagangan si bapak itu.
Aku tak kuasa berbuat apapun, aku tidak mungkin turun dari kereta yang sangat sebentar bertandang di stasiun itu. Masih... bapak pedagang makaroni itu masih tak lepas memandang pedagang temannya , aku .... pedih ... sedih .... tak kuasa menggantikan tatapan sedihnya menjadi tatapan bahagia. Aku hanya bisa berdoa, semoga ada seseorang yang berkenan membeli makanan-nya yang aku yakin adalah titipan dari pengusaha makaroni besar.
Aku menatap diriku, mencoba membuka hatiku dan melihat kembali perbuatan diri di waktu kemarin.... Adakah keputusasaan pada diriku ? mungkin.... Adakah keluhan keluar dari lisanku ? mungkin ... Adakah ke-iri-an menghampiri diriku ? mungkin... Adakah aku kecewa akan apa yang aku raih hari itu ? mungkin ....
Aku sadar... akupun begitu lemah, mungkin aku pernah berlaku seperti bapak makaroni itu, merasa sedikit iri akan rizki yang diterima oleh orang lain, merasa kapankah waktuku bisa dikelilingi pelanggan dan dagangan habis dengan rasa puas, merasa betapa bahagianya pulang dengan membawa rizki yang besar dari hasil dagang hari ini.
Tapi ... mungkin memang belum rizki ku hari itu, ke-iri-an hanya akan melemahkan diriku, mengapa tidak kurubah saja rasa iri itu menjadi suatu harapan, bahwa aku bisa menjadi lebih baik, tanpa harus mengosongkan diri dari semangat dan keyakinan.
Berdoa... Ikhtiar ... Pasrah .. Ikhlas... Yakin.. bahwa setiap hari adalah harapan ....Tengokkan dirimu kepada yang lebih dari dirimu sebagai pemicuTundukkan dirimu kepada yang kurang dari dirimu sebagai rasa syukurSelalu ada Bintang terang di depan Selalu... dan Semoga...
============BERES DAH QN Lomba nya...
terakhir yah, Mbak?
ReplyDeletetumben sore2 udah posting, biasanya tengah malem niy mb Eva :)
ReplyDeleteKerap kali, saya sulit meletakan diri dalam keadaan seperti yang ditulis di atas.
ReplyDeleteMakasih yah, Mbak sharingnya ;)
yoi ... beres dah
ReplyDeletetadi buka email, trus baca2 postingan MP, ya udah skalian tuntasin deh ... biar plong :)
ReplyDeletehiks ...aku ngebayangin ngeliat si bapak penjual makaroni itu kok jadi ikutan sedih ya
ReplyDeleteaku sedikit ketularan ibukku lho mbak, kadang beli sesuatu karena kasihan sama penjualnya yg udah tua
sama naz, makanya aku mash terus belajar dan belajar. Dari sekitar
ReplyDeleteaku juga suka gitu, makanya kalo aku beli dari pedagang2 kecil gitu, ga tega nawar deh, mereka dapat berapa sih dari komisi jualannya... hiiiiii ngebayanginnya ga tega aku :(
ReplyDeleteIni yang mudah, Mbak
ReplyDeletekek Anaz meskipun selalu dis, selalu mencoba mengikuti lomba Qn ini
Ada perasaan lain saat mampu mengungkit segala kesusahan di masa silam.
Bukan hendak menunjukan kekurangan diri, tapi ini untuk cerminan Anaz
kalopun sampai hari terakhir kena dis juga, Anaz gak peduli *hahahah* yang penting nulisnya hihihi... Maksa banget deh :D
dulu ketika masih sering naik kereta dari surabaya ke madiun atau sebaliknya, saya sering mengamati dan merenungi penjual makanan yang menawarkan dagangannya di stasiun atau di kereta mbak. pikiran saya sempat bertanya dan mencoba menghitung, berapa ya kira-kira penghasilan, misalnya penjual nasi bungkus yang pasti hanya menjualkan saja dan bukan sekaligus produsennya.
ReplyDeletetapi kemudian saya sadar, bahwa sesungguhnya Allah sebaik-baik pengatur rejeki, yang tak bisa saya kalkulasi dengan nalar pikiran, dan hitung-hitungan kalkulator.
ternyata nemu hikmahnya jg ya naz....
ReplyDeleteMesti lebih teliti, cermat , sabar, berani terima tantangan, pantang munudr dan SEMANGAT!!
kejadian niy mbak, bbrp waktu lalu waktu ke kantor developer ada yg jualan gasing dari bambu dan akar wangi gitu
ReplyDeletepernah liat niy di acara "jika aku menjadi" tentang bapak2 tua yg kerjaannya bikin dan jualan barang spt itu
suamiku langsung nyamperin trus tanya2, asalnya darimana, jalan berapa jauh dll
endingnya beli macem2 deh, gak pake' nawar malah dilebihin *pdhl gak butuh :-D*
abis itu kami berdua jadi ngobrol banyak tentang mensyukuri sesuatu dan mendoakan semoga rejeki si bapak itu lancar :)
Hiks, aku juga pernah merasa iri sama rejeki orang lain. Padahal dipikir2, aku kurang apa yaaaa?
ReplyDeleteaku suka nonton jika aku menjadi itu , anak2 jg aku suruh nonton, dengan bimbingan ku. spy kita lebih memiliki empati dan simpati... betapa berharganya uang yang kadang bagi kita cuma segitu...
ReplyDeleteItung2 sedekah ke yang lebih jelas ya shan ...
aku hampir tiap hari naik kereta, melihat beragam orang, bercerita dengan banyak orang juga mbak..kadang kalo gitu suka ada "tamparan" manis ke aku...betapa kadang kurang bersyukur atas apa yang sudah dirasakan dalam idup hini...hiksss...
ReplyDeletebetul .... karena itu biasanya aku hanya bisa berdoa smoga mereka dan saya juga sll dalam hidayahNYA, sabar, tabah dan tidak gelap mata , karena rizki manusia sudah tertulis jelas bahkan sebelum kita terlahir
ReplyDeletemelihat bapak2 itu seperti mengetuk kita ya.. semoga apapun keadaan selalu penuh sukur.
ReplyDeleteiya wi ... masih terus harus belajar untuk pasrah dan sabar...
ReplyDeleteYa gitu deh ya, rumput tetangga terlihat selalu lebih bagus, pdhal kita tidak tahu, didalam rumput bagus itu seperti apa di dalamnya
Melihat sekitar itu kadang perlu ya niez, biar kita bisa lebih melek ... mudah2an kita selalu menjadi orang yang selalu bersyukur
ReplyDeleteiya mba.... doa selalu untuk kita semua
ReplyDeletesy plg ga bs liat org kyk bpk2 yg jual makaroni itu. Ga taulah mbk, sy gampang bgt kasian. Curcol ni...Seminggu ini sy mulai panggil asisten buat beberes rmh n nyetrika...dia dtg 2 hr skali minta harga 500/bln sy nego jd 400. Lah, br hr pertama, ngeliat si mbk gosok pakean trs nyapu ngepel... Eh tau2 sy dah sibuk buatin teh, sediain cemilan buat dia. Abistu bungkusin apa yg ada buat anaknya...kl dipikir, dia kerja ga seberapa capek kok sy ribet banget rasa kasiannya...
ReplyDeleteya gpp lah wi, artinya dirimu begitu peduli.... Palagi kalau orangnya baik dan bener, aku jg suka ga itung2an deh ..
ReplyDeleteiya ya mbk, hatipun rasa senang...:)
ReplyDeleteAku pernah liat ada kakek2 udah renta, tapi jualan ulekan batu *yg tentu sangat berat* dari rumah ke rumah. Ulekan batu itu disampirkan dengan mengunakan kayu bertali di pundak. Ulekan batu kan barang yang tidak habis setahun dipake orang, tentu saja yang beli minim sekali di perumahanku itu. Atau wanita tua sudah tak bersuami yg menjual makanan kampung yang orang udah jarang minatnya. Hiks...ga kebayang deh mbak kl diri sendiri yang mengalami itu semua. Menyadarkan diri yang kurang bersyukur...:'(
ReplyDelete@ winny ; iya bener, ihh kok aku jd mrinding ya, mdh2an para orangtua yg sdg berjuang utk anak dan keluarganya sll dalam perlindungan Allah, sehat, kuat, sabar, tabah .. Hiks ...
ReplyDeleteselamat ya mbak.. "rizki" nya buat tuntas 7 hehe.. dah bisa tidur nyenyak dong :)
ReplyDeleteThanks for sharing mbak..... aku ga tau mau komen apaa.... daleemmm banget...
ReplyDeleteaku suka kepikiraaan terus nih mba klo kejadian kayak gini dan pas kita ga bisa berbuat apa apa...aku keipiran beerhari hari.....pingin membantu sibapak tp situasi gak memungkinkan.
ReplyDeleteIya , makanya aku smp skrg msh kebayang terus, pembelajaran yang berarti bgt ya
ReplyDeleteAda tatapan iri, loh kok udah pada tujuh, huhuhuhuhuuhu
ReplyDelete@orin ; kirain dirimu udah selesai ? Terusin crita pemuda malas lg deh. Tp skrg potonya jgn kang nunu
ReplyDeleteDari hal yg kecil dan sederhana (kada terlupakan oleh kita), ternyata bisa menyentuh nurani ya...
ReplyDeleteDan kt hrs terus bersyukur krn msh diberi rasa untuk tersentuh
ReplyDeletewiihh udah 7 aja mba, lolos donk
ReplyDeletehihihhi any rikues? udah jadul nih perasaan yang ganteng cuman Nunu, yang kinyis-kinyis ga kenal ^____________^
ReplyDeleteIya Bun, semoga Allah ijabahkan doa Bunda Eva utk bapak tsb, amin amiin.
ReplyDeleteSiapa tahu selewatnya Bunda, eeh ada yg borong makaroni, wallahualam.
Iri melihat yg di atas bagus juga ya, sebagai acuan, tp tetep lihat ke bawah, wah syukurnya berkali-lipat deh.
setor 0 menit <-- orang ke-16
ReplyDeleteposting 0 menit
judul 4 kata
for network
> 200 kata
> 3 paragraf
sippppp selesai 7 ya mba...
makacihhh muahhhhh
wkakakak..iya orin..bener.. udah kelar tujuh dengan selamat mbak eva..L:)
ReplyDeletebtw mbak... senang nih serial rizki nya berhasil selesai dengan baik. teirma kasih sudah banyak berbagi yaaaa...:)
*peluk mbak eva...
amiin, selamat ya mba udah lolos
ReplyDeleteDian jg dah mo abis kan...
ReplyDeleteMakasih jg ya udah mau baca
entu dia , aku jg binun ama yang masa kini ... yg forever ganteng mah harrison Ford dah
ReplyDeleteiya, mudah2an.. aku jg berdoa sprt itu
ReplyDeletesama2.... seneng ikutan lomba ini
ReplyDeleteMakasih... lomba yang penuh rasa, deg2an pol
ReplyDeletejadi mengaca lagi nih :(.....walau belum kelar2 itu urusan... tapi alhamdulillah masih bisa napas, bisa makan, bisa jalan2... bisa empian.. beryukur ajah jadinya..... huhuhuhuhu maafkan aku Ya Allah yang suka ngadu ga ada puas2nya :)
ReplyDelete