Monday, September 26, 2011

Perjalanan pagi hari

Pagi yang cerah, sepertinya waktu yang pas untuk melepas sedikit rutinitas. Tidak, aku sedang dalam kondisi baik dan tidak ada masalah yang mendasar, walau isi dompet super duper tipis, tapi masih bisa tersenyum dan menatap hari dengan riang *tsaahhh.

Selasa pagi, cucian sudah direndam siap menyerap butiran tenaga yang katanya akan membersihkan sendiri pakaian pakaian itu. Ah biarlah, tuntaskan dulu bekal anak-anak, sayur asem plus kaki naga goreng dan bakwan tahu. Tiga termos makan telah siap tersaji, sekarang membereskan fadhl untuk bersiap ikut mengantar mas dan abang sekolah.


Melangkahkan kaki, membawa tiga bocah lelakiku menuju sekolahnya, senang melihat mereka bersemangat, walau enggan membawa termos bekal mereka, berlari berkejaran dengan adiknya, memicu jalan yang seolah singkat menuju tempat angkutan umum. Aku tersenyum ... Inilah semangat hidupku, melihat mereka tertawa, bercanda seolah tiada beban yang bermakna dalam batin mereka . Sesekali mereka menengok kebelakang, melihatku berjalan pelan membawa satu ransel dan 2 termos makanan mereka. Sekilas mereka tersenyum dan kembali berlari seraya berteriak dan bergurau

'iihhh bunda kaya apa aja, bawaannya banyak bener sih, hihihihi'

Belum sempat aku membalas, mereka kembali berlari dan berkejaran. Ah, sudahlah, berat ransel ini tidak sebanding dengan keakraban mereka, lupakan saat-saat mereka bertengkar, saling meledek, rebutan mainan, memaksakan kehendak hingga berakhir dengan deraian air mata atau sekedar teriakan amarah. Pemandangan di depan mataku ini begitu indah, walau hanya sebentar.



Perjalanan yang mengesankan, jalan kaki menuju angkutan, naik kendaraan yang hanya sebentar dilanjut dengan berjalan kembali. Mengatur susunan siapa memegang siapa, menyebrang, menaiki angkutan dengan tiga bocah kecil bukan suatu yang mudah, terkadang salah satu harus berdiri lantaran pagi-pagi cukup sulit menemui kendaraan kosong. Mengeluhkan mereka ? sama sekali tidak, mereka tetap tersenyum dan sang adik yang selalu aktif bicara, tidak hentinya berkomentar tentang kondisi sekitar. Dan aku, dengan bawaan yang begitu banyak, hanya sanggup menata nafas agar bisa menjalani ini dengan tenang. 

Sesekali dalam perjalanan akhir, kami berpapasan dengan mobil jemputan dari teman-temannya, mereka berteriak memanggil nama anak-anakku, terlihat maisaan dan ghifari saling meledek karena dipanggil oleh para akhwat. Lucu, melihat bagaimana anak-anakku sudah memiliki rasa enggan untuk bercampur dan bergaul dengan akhwat. Syukurlah ....

Tibalah kami di sekolah, satu persatu mencium tanganku seraya aku menyerahkan termos makan siang mereka. Tak lupa dalam hati aku ucapkan doa terindah untuk mereka, tuntutlah ilmu wahai anakku, jadilah pejuang islam yang benar, pahami dan benamkan dengan sebaik-baiknya tentang aqidahku, perbaiki akhlakmu, dan jadilah manusia yang berguna untuk agama dan orangtua. 


Aku biarkan diriku mengistirahatkan letihku,  seraya kupandangi mereka dan teman-temannya mengisi waktu sebelum tanda sekolah dimulai. Apa lagi yang mereka lakukan selain bermain bola bersama. Dilapangan beton dengan kontur yang tidak rata, tanpa alas kaki, mereka bermain seolah tidak merasakan sakit pada telapak kaki mereka, semua tertawa dan semangat berlari berkejaran menendang si bola plastik. 

Wahhh aku rasa aku menemukan jawaban atas cepat sobeknya celana mereka, serta bagaimana telapak kaki mereka begitu keras dan banyak luka disana. Hih... hanya bisa menarik nafas, ya lakukanlah apa yang kalian ingin lakukan, lewati masa kecilmu dengan duniamu. Yang bisa ibu lakukan hanya menambah perlahan celana-celana sobek-mu, menyikat kotoran yang melekat pada pakaian seragammu, dan berusaha memberi kalian makanan yang layak untuk mengganti energi mu.


Dan, bel telah berbunyi, semua mulai kembali kedalam kelas, aku lambaikan tanganku pada mereka, sekali lagi dengan doa tersembunyi dari dalam hati... Selamat berjuang nak ....

Aku dan Fadhl.... 
kembali menelusuri jalan menuju rumah....
Masih banyak yang harus aku kerjakan....
Mendidik bocah kecilku dengan caraku, dengan keseharian dan penjelasan, entahlah apa itu cukup baginya, yang aku tahu, baru itu yang aku mampu ...

"eh, ade kecil dari mana "  seorang ibu di dalam angkutan menegur Fadhl yang asyik bercerita
"dari anter mas abang sekolah"
"loh, ade sendiri ga sekolah? umurnya berapa ? "
"ade sekolah kok, di rumah ama ibu, ya bu ya....." 
Aku hanya bisa tersenyum .... 

Entahlah .....

Bogor, AKhir September 2011

26 comments:

  1. Aiiih indahnya cerita ini mbak, aku jadi ikut mengayunkan langkah jg rasanya saat membacanya
    Indah dan menyenangkan sekali ya..

    ReplyDelete
  2. baru sempet nulis, ga bisa panjang2, susah banget nyuri waktu buat nulis dan bercerita ;)

    ReplyDelete
  3. kaki naga goreng? kaki ayam? apa cangkang kepiting ya?

    ReplyDelete
  4. indahnya masa anak2.. kaya obat ya melihat mereka.. tiap hari mas dan abang selalu diantar? putri sendiri?

    ReplyDelete
  5. Jadi inget ritual nganter anak-anak saya setiap hari ke SD Pengadilan. Biasanya para ibu anak-anak kelas 1 dan 2 nggak pulang, tapi belanja di pasar sambil nunggu mereka belajar. Waktu itu nggak terasa sudah lama berlalu, dan alhamdulillah kita tidak mengorbankan waktu dengan sia-sia. Mereka menikmati kedekatan dengan kita di masa dewasanya. Itu yang saya alami dengan anak-anak saya sekarang.

    Selamat nganter ke sekolah ya bu, tetap doakan yang terbaik bagi mereka!

    ReplyDelete
  6. hehehe kaya nuget gitu , beli jadi tinggal goreng

    ReplyDelete
  7. kayaknya campuran udang dan ikan deh, dibentuk kaya dragon leg, ada pegangan lidinya gitu , makanan instan, lg rada males ..

    ReplyDelete
  8. putri ama jemputan, krn skolahnya lebih jauh. biasanya sih ama bapaknya, cuma kadang kalau bapajnya ngajar pagi, ya jd aku yg antar, kalau pulangnya ama supir nya kakak naek motor.

    ReplyDelete
  9. skrg anak kelas 1 pulang jam 2 bun, yang kelas 3 plg ba'da ashar.. saya jd hanya antar, pulangnya mereka dijemput ama supirnya kakak naek motor.
    iya bun , biar cape, tp kadang banyak yang kita lihat dari perkembangan mereka

    ReplyDelete
  10. mbak, hati saya menghangat baca cerita ini :)))
    nyentuh bgt buat saya, makasihh sekali udah sharing ya mba :)

    ReplyDelete
  11. @nita ... Trimakasih ya sudah berkenan membaca dan sdikit membuat hangat..
    Sedikit perjalanan keseharian, ditulis dg bahasa sederhana ditengah keriuhan bocah kecil ini .. :)

    ReplyDelete
  12. Bundaaa...keseharian bunda skrng udah aq rasain n menjadi bagianku....alhamdulillah, senanggg skali rasanya diberi kesempatan berikutnya menjadi irt....trimakasih ya allah....

    Antar jemput anak itu menyenangkan...apalagi begitu dapat laporan, 'bunda...bekal kaka tadi abis...' wuaaa...puasss rasanya....

    ReplyDelete
  13. wahh tingginya hampir samaaa...Fadhl cepet bener tingginya...

    ReplyDelete
  14. rajin euy, bikinin bekal buat anak-anak sekolah. kalo fay sih untungnya ada katering di sekolah. hehehe, jadi ibunya gak repot... *ibu pemalas...

    ReplyDelete
  15. romantisnya, jalan bersama 3 anak lelaki, jd larut sama cerita Eva
    masya Allah itu main bola ga pake sepatu

    ReplyDelete
  16. betul banget, dengar laporan makanan bekal habis, rasanya semua cape di pagi hari itu lenyap, berganti dg bahagia dan smeangat ..

    ReplyDelete
  17. @mba niez iya, mereka bertiga skrg dah balapan tingginya

    ReplyDelete
  18. kepaksa mba, catering sih ada, tp lumayan mahal dan isi nya banyak banget, takut mubazir .

    ReplyDelete
  19. itu dia mba, pd kuat banget, makanya kakinya tuh baret2 di telapaknya

    ReplyDelete
  20. semanis kisah teh dina berkisah tentang anak2

    ReplyDelete