Kalimat yang diucap oleh Ustadz tadi meninggalkan beribu perdebatan dalam batinku. Aku sadar ada yang salah selama ini, ada lubang yang terkuak sementara aku berusaha menambal, semakin lama lubang itu semakin membesar, menyadarkan tentang sesuatu yang tidak benar atas apa yang telah aku lakukan, caraku mencinta, cinta yang tanpa makna.
Sepertinya baru kali ini aku serius mengikuti kajian disela istirahat kantor, hari yang panas, diri yang gelisah, memohon siraman yang menyejukkan. Siapa gerangan lelaki ini, anak muda seusiaku, menyajikan materi yang berbeda, cara penyampaian yang tidak biasa, tenang, sabar, namun terkandung kekerasan di dalamnya. Tidak ada rasa kantuk yang biasa, satu persatu kata terangkum indah dalam benakku, entah mengapa air mata mengalir sendiri tanpa terasa.
Sudah benarkan caraku mencinta Rasulku, begitu berani berkata bahwa aku begitu mencintainya, sementara aku sendiri tidak mengenalnya secara benar. Beraninya aku menganggap bahwa aku telah mengetahui siapa dia, sementara kulit terluarnya pun aku dapat hanya dari perkataan sebagian besar orang dan tradisi yang sudah beredar. Benarkah itu? Benarkah caraku? Sudahkah aku mencoba mencari tahu tentangnya, tentang seorang yang begitu dicinta Allah, yang padanya sudah terdapat jaminan syurga, yang kepadanya Allah titipkan wahyu untuk disebar kepada umatNYA, yang kepadanya Islam telah turun secara tuntas. Pantaskah aku untuk tidak mencintainya, sementara tiap lafadz shalatku mengucap namanya yang tersandar indah dalam kalimat haq seorang muslim. Asyhadualla ilaa hailAllah, waasyhaduanna Muhammadarrasulullah… Aku bersaksi tiada Illah yang patut diibadahi selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah Rasul Allah.
Dan dua lajur airmata turun dengan sendirinya..
Aku membuka kenangan dalam benakku, saat aku memiliki rasa cinta kepada seorang makhluk lawan jenisku, apa yang aku lakukan, aku tidak membiarkan rasa itu menjelma tanpa logika, aku harus tahu bahwa perasaanku tidak akan tersia, aku harus mengenalnya untuk mengijinkan masuk kedalam hati dan jiwaku. Aku mencari tahu, aku bertanya pada yang bisa mempertanggungjawabkan diri dan kehidupannya, aku berusaha mengenalnya dengan sebaik dan kemampuan terbaikku. Hingga saat keyakinan sudah terpenuhi, aku pasrahkan kepada penciptaku, apakah dia yang kelak menjadi imam bagiku, pembimbing kehidupanku, yang akan mempertanggungjawabkan sebagian perjalananku beserta keturunanku. Begitu panjang waktu yang aku butuhkan untuk menyerahkan diriku dan berkata aku mencintai seorang makhluk Tuhan yang kini menjadi suamiku.
Duduk terdiam di helai sajadah malam itu, aku menangis, menumpahkan kekeliruan yang selama ini aku rasa. Tidak, aku belum merasa pantas mengumandangkan rasa cintaku pada Rasulullah sebelum aku mengenal dan menjalani semua ajarannya. Cinta itu dari hati, bukan dari lisan yang berkumandang keras namun kosong di dalam. Cinta bukan hanya sekedar mengikuti, tatkala semua memproklamirkan rasa cintanya dengan deraian air mata, apakah tetesan itu mengiringi keseharian dalam perwujudan rasa cintanya?
Ya Allah, aku salah.. Masih begitu buta aku akan siapa hamba MuliaMu itu, begitu kosong rasa tahuku tentang kebenaran ajaran yang Beliau turunkan padaku, begitu bodohnya aku menjalani tanpa mengikuti, begitu naif nya aku merasa sebagai muslimah yang benar namun begitu banyak kedustaan didalam diriku.
Ya Allah… tidak berani aku berkata cinta tanpa mengenalnya,namun ijinkan aku mencintainya dengan kebodohanku saat ini, akan aku buka lembaran baru untuk mengupas ajaran Rasulku, bukan dari ‘katanya’ namun aku harus mencari apakah yang aku lakukan memang benar adalah ajaranmu, kesempurnaan Islam telah Engkau titipkan pada makhluk yang Engkau berkahi, dan siapalah aku yang berani mengkhianati nya ??
Perlahan, aku harus mencoba, butuh waktu, namun aku tahu inilah lubang yang selama ini aku rasa. Akan aku tutup perlahan dengan ilmu, akan aku isi perlahan dengan cinta yang sebenarnya, Mengikuti dengan kebenaran.
Satu persatu buku yang selama ini tersimpan rapi di lemari mulai aku buka, semakin terang pikiranku tentang siapa dirimu, Rasul, manusia sempurna dimata kami. Satu persatu keraguan aku pertanyakan kepada guru, dan semakin aku ketahui , semakin aku sadar begitu banyak kesalahan yang telah aku lakukan. Betapa keraguanku tentang ritual yang biasa aku lakukan memang tiada dasar, keseharianku, ibadahku, banyak yang bukan dari perkataanmu, dan aku kembali menangis, betapa aku selama ini telah mendustakanmu.
Aku mulai dengan menambal pengertian Aqidahku, yang benar, yang haq, yang salah, yang bathil, aku belajar dan belajar, dan aku temui… bahwa Islam adalah agama yang mudah. Subhanallah.
Kini, aku telah menemukan cintaku padamu wahai Rasul, cintaku kepadamu dengan segala ajaranmu, apa adanya, tidak berlebihan dan melebih-lebihkan, suci dari dalam hati. Cintaku kini kepadamu hanya karena Allah. Ijinkan aku ….
--------------------
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Rindu Rasul , trimakasih atas kesempatannya .
pict taken from Here
