Friday, May 20, 2011
Rehat ....
Monday, May 16, 2011
[Ultah Cambai : Kisah Nyata Ditolak] Jangan Lihat dari Tinggi
[Ultah Cambai : Kisah Nyata Ditolak] Jangan Lihat Tinggiku
Eva Syamsudin
Bila mengingat masalah penolakan, jadi teringat kisah-kisah lucu tentang penolakan yang pernah aku rasa. Sebetulnya penolakan sederhana saja, dan seharusnya tidak perlu dipikirkan atau dikenang. Namun dari pengalaman itu aku bisa mengambil hikmah bahwa kuranglah pantas untuk menilai seseorang bahkan menolak keberadaan seseorang atas dasar kekurangan fisiknya.

Perawakanku dapat dibilang dibawah standar, aku bertubuh gempal dan tidak tinggi saat kecil. Walau tidak masuk kategori tinggi dibawah normal, tapi yang tidak seberapa ini cukup membuatku sedikit minder dan berusaha bergaul secara aman. Alhamdulillah memang tidak ada masalah dalam hal pertemanan, karena aku tidak pernah membatasi untuk bisa berteman dengan siapa saja. Tapi yang jelas, aku selalu risih bila harus mendengakkan kepala untuk bisa berbicara dengan salah satu gacoanku yang punya tinggi diatas standar, walau dia sendiri tidak mempermasalahkannya, tapi aku menyerah saja, terlalu melelahkan.
Beda hal nya dengan peraturan baku, tinggi badan menjadi acuan dan syarat bisa bergabungnya kita dengan suatu tempat. Kapabilitas, usia, bahkan senyum manis tidak dapat meluluskan keinginan untuk bisa bergabung. Dan disinilah penolakan yang cukup menyedihkan aku alami.
Penolakan pertama saat aku berusia 9 tahun. Saat itu Nini (sebutan untuk Nenek) sedang di rawat di Rumah Sakit, aku menemani Mamah menjenguk Nini. Dengan percaya diri, aku dan mamah melewati Pos Satpam dengan tidak ada pikiran macam-macam, berjalan santai dan tiba-tiba…..
“Bu, ibu.. permisi, itu anaknya jangan dibawa masuk”
“Memang kenapa pa ? “ Mamah tampak heran dengan panggilan Satpam tersebut
“Ibu memang tidak membaca peraturan ? “
“Yang mana Pa ? Sekarang kan sudah waktunya jam besuk, lalu saya salah apa, sudahlah pa, saya mau mengurus orangtua saya, tidak ada waktu untuk berdebat” terlihat mamah mulai emosi menanggapi ucapan Satpam itu
“Ini, anak ibu tidak boleh masuk, usia minimal 9 tahun, baca tidak bu aturan itu?“
Waddooh itu Satpam melototin aku, jelas aku tersinggung. Aku balik membelalakkan mata sipitku seraya meletakkan kedua tangan di pinggang dan berteriak di depan Satpam itu.
“Om Satpam, dengar ya, aku itu sudah 9 tahun, aku sudah kelas 3 SD, aku sudah bisa membaca . Enak aja aku dibilang masih kecil”
Ternyata pak Satpam tetap tidak percaya, dia menarik tanganku dan tetap mencegah mamah melewati pintu jaga.
“Pa, anak saya sudah 9 tahun, apa yang dibilang dia tadi itu benar” Mamah dengan sedikit tersenyum berusaha membela aku
“Om Satpam ga percaya banget sih, nih ya, aku sudah bisa baca. DILARANG MEROKOK , SELAIN PETUGAS DILARANG MASUK, WAKTU JAM BESUK, PAGI JAM 11 – 13 , SORE JAM 18 – 19 “
“Tuh, aku sudah bisa baca kan, dan tau ga om, itu salah loh, masa jam 11 dibilangnya pagi, itu udah siang loh… yang payah itu om sih”
Pa Satpam cuma nyengir dan mulai melepaskan genggamannya dariku.
“Hmmm bu, apa benar anak ibu sudah 9 tahun, soalnya kok badannya kecil, hmmm tidak tinggi maksud saya, hmmm tidak standar, hmmmmmmm ….. “
Mamah terlihat mulai membelalakkan matanya, mulai kesal dengan tingkah Satpam itu.
“Pa, coba bapak belajar etika dulu ya, jangan menilai orang dari fisiknya, saya tidak akan melanggar peraturan, jadi jangan habiskan waktu saya disini”
Tanpa menoleh untuk kedua kalinya, mamah dengan sigap, menggandengku dan berjalan cepat meninggalkan Satpam. Aku tersenyum menang walau tetap kesal.
Lima meter dari situ, aku membalikkan tubuhku, menatap pa Satpam dan dengan berteriak aku berkata
“PAK SATPAM … NANTI TULISANNYA DIBENERIN YAAA… BADAN BESAR TAPI GA LIAT KESALAHAN TULISAN, PERCUMA DONG, DANNNN DILARANG MEROKOK TUH BACA GAK… !!!!”
Puas sekali aku berkata itu…..
Dan hasilnya, sebuah cubitan pedas nemplok di pinggangku yang padat 
===
Di ikutkan dalam Lomba Ultah Cambai di SINI
Tuesday, May 10, 2011
Butuh Eksistensi atau Tiada Jati Diri ?
Hanya sekedar berbagi kisah, satu cerita lama yang hari ini sepertinya akan terulang. Bukan menimpa diriku, tapi berada di sekitarku. Bukan merugikan diriku, tapi membuat orang lain dan banyak lagi yang terkuras fisik dan raga akibatnya. Bukan masalah materi, tapi karena ada pelecehan kejujuran disana....
