Thursday, August 26, 2010

[FF] Gadis kecil dan Genteng

Senja begitu indah, jingga merona dipelupuk awan seolah memeluk sang bulan. Belum waktunya turun wahai bulan, diamlah sejenak , berikan waktu pada mentari untuk tetap memberi sinarnya. Jingga yang indah, jingga yang membawa rasa pada diri gadis kecil yang masih bermuram durja.

 

Sudah berapa lama gadis  itu ada disana ? Waktu terasa begitu cepat , saat dukanya masih terbawa cahaya terang, saat tangisnya teronggok dibarisan dahan belimbing , saat isaknya masih mempertanyakan keadilan bagi dirinya. Dan kini, temaram senja semakin tiba, akan berapa lama lagi gadis itu bertahan, berapa lama lagi gadis itu memberi waktu kepada mereka untuk mengerti, berapa lama lagi gadis itu mampu menahan diri dari duka yang semakin menggeregas batinnya.

 

Gadis itu masih menatap mentari yang semakin  siap digantikan rembulan, sudah tiada tangisan, sudah tiada amarah, sudah tiada sakit tampaknya, dia bersiap untuk turun dan menumpukkan deritanya dalam lubuk hati terdalam .

 

Dengan gerakan lemah sang gadis menuruni atap rumah tempat persembunyiaannya, melompat meraih dahan belimbing tempatnya berpijak dan merangkak, menuruni perlahan masih dengan harapan adanya suatu pengertian. Dan  memasuki ruang yang semakin asing baginya.

 

Percuma , tetap tiada yang mau menyapa dan mengerti ,  semua berlalu seakan tiada peristiwa itu. Sang gadis beranjak menuju kamarnya, melewati ruang dimana sang ayah sedang menyeruput segelas kopi kesukaannnya. Ada rasa takut, namun kebencian melebihi rasa takutnya, sang gadis sudah tidak peduli .

 

“Dari mana kamu, awas kalau genteng  jadi bocor lagi ya, ngumpet kok hobinya diatas genteng, Sana mandi.. “

 

Dan mereka lebih memperhatikan genteng daripada duka sang gadis...

==========
hihihi.. mefet. kalo sempet sih ikutan lomba nya Mba Intan ... kalo ga sempet, gpp kok..

Thursday, August 19, 2010

[Pindah Rumah] Dari mobil pribadi sampe Truk


Sudah menjadi prinsipku bahwa aku harus hidup mandiri, sejak kecil hal itu sudah tertanam dalam diriku.  Hal itu pulalah yang harus aku tekankan kepada pasangan hidupku, bahwa kehidupan rumah tangga adalah suatu kehidupan baru yang mengharuskan kita mandiri, memulai perjalanan dari titik terbaru , dengan keputusan hidup di lakukan berdua walau tidak mengesampingkan pengaruh keluarga besar didalamnya.

Saat aku masih belum memutuskan menikah, aku sudah mempersiapkan segalanya. Dengan gaji magang, aku nekat untuk membeli rumah walau DP masih minjam sama ayah tercinta yang selalu mendukung segala keputusan ku. Cari rumah dengan budget minim lumayan susah, dan akhirnya pilihan ke sebuah perumahan baru daerah Serpong, tepatnya di dekat Puspitek . Sebetulnya ga kebayang juga sih punya rumah jauh begitu, tapi ya kok sreg aja , jadi aku ambil lah rumah disitu walau masih dalam tahap pembangunan, toh aku belum akan menempatinya juga.

Setelah menikah , rumah Serpong belum layak kami huni karena perumahannya masih terlalu sepi dan orangtuaku belum memberi ijin kami untuk tinggal sendirian gitu didaerah terpencil. Kami setuju , dan  ternyata kami mendapatkan rumah kontrak hibahan kakak nya suami di daerah Cimanggis, tepatnya Perumahan Bukit Cengkeh. Rumah yang luas untuk ditempati kami berdua.

Pindahan dari rumah mamah ke rumah Bukit Cengkeh kayak pindahannya anak kost. Cuma bawa 2 koper, 1 kasur besar, lemari plastik, karpet lipet, dan printilan2 dapur ala kadarnya. Simpel banget kan ... ya maklumlah, masih benar benar perdana. Pindahan nya juga Cuma pakai mobil ayah , si Espass merah. Untungnya dirumah itu masih disisakan kursi tamu besar, meja rias, sama kursi teras. Lumayanlah, jadi kalau ada tamu , ga mesti mendampar.

Tidak sampai satu tahun , aku hamil, dan karena aku flek terus, dokter menyarankan agar aku tidak terlalu lelah, mengingat lokasi kantor di Melawai, tiap hari harus berangkat subuh, naik omprengan lanjut naik bis ke Melawai, dan perjalanan pulang naik metro mini, lanjut naik angkot, dan ojek cukup menguras tenaga dan waktu . Akhirnya disepakati kami untuk pindah sementara ke rumah mamah di Kemanggisan.

 

Pindahan dari Bukit Cengkeh ke Kemanggisan ternyata mobil Espass sudah tidak muat, karena di perjalanan hidup kami mulai mengisi sedikit demi sedikit rumah tangga kami. Walaupun ga juga sampai nyewa truk, tapi kami mencicil pindahan itu tetap dengan minibus tercinta itu. Masih 2 koper pakaian , 1 kasur besar plus satu kasur lipat, lemari plastik  karpet lipat, meja pendek besar, TV, Radio, kompor gas  (tabung gas masih dapet pinjaman soalnya.. J ) , dan perabotan dapur lainnya.

Setelah melahirkan Putri, aku harus dinas keluar kota yang tidak memungkinkan bagiku untuk meninggalkan Putri dengan hanya bersama pembantu, jadilah kami bertahan di rumah mamah sampai waktunya tepat untuk kembali menata rumah tangga kami di rumah sendiri. Saat Putri 1 tahun, kondisi pekerjaan ku mulai stabil, kami kembali pindah ke kontrakan daerah Depok, di Jl Mawar, margonda, kontrakan yang lumayan mahal saat itu di tahun 2001 seharga 7 jt/th . Sebetulnya aku enggan di situ , tapi karena ini pilihan mertua dan kakak ipar, jadilah terpaksa mengikuti., disamping itu memang rumahnya besar sih, dan ada kebun di belakang rumah, jadi lumayan buat  santai santai.

 

Pindahan dari Kemangisan – Depok masih menggunakan mobil pribadi, karena perabotan masih belum banyak . Kami tidak mengorganisir bawaan kami , Cuma dipisahkan baju baju dalam koper dan karton yang sudah ditulis milik siapa , karena Cuma bertiga ya jadi Cuma aku, abang, dan Putri. Box tidur putri, printilan dapur masuk dalam satu kardus besar, kasur kecil, kotak mainan Putri, buku buku , dan pernak pernik kecil lainnya. Kami akhirnya harus membeli satu set tempat tidur , satu set kursi tamu, satu set kursi makan , lemari makan serta lemari TV , karena masa sih rumah melompong gitu . Ya, di rumah ini lah kami mulai mengisi kehidupan kami dengan barang barang.

Cukup satu tahun kami disana , akhirnya kami mulai siap untuk menempati rumah Serpong. Kondisi perumahan sudah mulai ramai, aku sudah siap fisik dan mental untuk berjuang bekerja jarak jauh, dan kendaraan kesana sudah mulai ramai.  Depok – Tangerang, kami siap berjuang di sana.

Pindahan kali ini barulah kami menyewa truk untuk membantu pindahan nya. Karena barang barang sudah sangat banyak . Seperti biasa, baju baju sudah dipisah milik siapa dan ditulis di masing masing karton, seprai, mukena, sajadah, dan sejenis nya dalam satu box juga, begitu juga untuk buku buku, peralatan dapur, mainan putri, sepatu sepatu, dan satu kotak campuran. Box yang bisa masuk ke mobil pribadi langsung di bawa ke Serpong, sementara Truk diisi dengan barang barang besar. Aku dan Putri beserta asisten naik di kendaraan  Espass ayah, sedangkan abang bawa motor Tiger 2000 milik kami.... Alhamdulillah perjalanan cukup satu kali trip..

Setiba di Serpong , lumayan bingung juga, karena dari rumah luas 150m2, masuk ke rumah luas Cuma 68cm2 .Dari rumah 3 kamar , ke rumah 2 kamar kecil, dari rumah punya ruang tamu terpisah sendiri, ke rumah yang antara ruang tamu , ruang keluarga, ruang makan tidak ada sekat . Pusing juga mengatur perabotan, tapi tenang ... yang jelas box belum kami utak atik, kami mengatur barang besarnya dahulu.  Tempat tidur besar, lemari pakaian, meja rias , masuk dulu ke kamar utama, temapt tidur kecil, lemari plastik masuk kamar satunya. Meja makan, lemari makan, masuk belakang,  kompor gas dan box perabotan dapur kumpulkan di dapur dulu, begitu juga kulkas, langsung masuk posisi. Tinggal kursi tamu, langsung disusun, dan sketsel menjadi pemisah ruang tamu dan ruang santai. Selesai deh... tinggal keluarin barang barang dari kotak kotak yang sudah tertulis isinya.

 

3 tahun kami tinggal di Serpong, disana lahirlah Ghifari   dan Maisaan. Rumah tidak membesar, sedangkan anak nya nambah terus , kondisi sudah tidak sehat, sudah terlalu full dan tidak nyaman untuk tinggal disana. Secara lingkungan kami suka, hanya masalah sempit nya aja sih. Rencana mau membeli tanah di sebelah, tapi ternyata sudah dibeli orang lain dan dia tidak berkenan menjual kepada kami. Mau meningkatkan rumah, kondisi tidak memungkinkan, karena kondisi rumah dasar kualitasnya kurang bagus, sehingga kami kurang yakin apa rumahnya sanggup untuk menampung beban . Ingin bongkar semua, kok ya biayanya besar sekali dan agak repot lah. Akhirnya terbersit ide untuk pindah rumah, setelah berdiskusi dengan keluarga besar, diputuskan kami membeli tanah di Bogor, kenapa mesti di Bogor, karena kakak ku juga tinggal disana, jadi lumayan mempermudah komunikasi kami, mamah dan ayah jadi mudah bila hendak berkunjung, dan bila aku ada masalah dengan ART, setidaknya aku ada bantuan dari kakakku unutk mengawasi anak anakku. Ya kamipun memutuskan unutk bergaul dengan kota hujan Bogor....

 

Pindahan kali ini lebih heboh lagi, karena penghuninya sudah sangat banyak, tapi intinya tetap sama. Jauh jauh hari dari hari kepindahan, kami sudah masukkan barang yang tidak dipakai harian ke dalam box, tulis isi karton itu. Baju baju kami sisakan unutk satu minggu,  selebihnya masuk box, peralatan dapur, sepatu sendal, barang pecah belah di bungkus koran dulu baru masuk karton yang sudah ditulis barang pecah belah, jangan dibanting. Dalam proses pemisahan ini, sekalian kami sortir barang yang sudah tidak terpakai, jadi sekalian berberes lah intinya .

Saat proses pindahan, truk ternyata harus bolak balik Serpong-Bogor sampai 3 kali .. hihihihi perabotannya banyak euy, karena sekarang udah nambah mesin cuci, lemari pakaian, meja belajar, komputer, sepeda anak2 , aquarium , dll . Pindahan mulai pukul 8 malam, sampai selesai jam 4 dini hari . Aku dan anak anak ikut rombongan pertama naik mobil ayah , selanjutnya kami tidur di rumah kakak, dan pindahannya di lanjutkan oleh suami aja.

Karena kami pindah ke rumah sementara dulu, kami tidak membongkar seluruh bawaan kami. Ya rumah tetap kami saat itu masih di bangun, lokasi dekat , jadi kami bisa memantau pembangunannya.  Barang barang utama kami pasang, dan disini kami menambah furniture berupa tempat tidur utama , yang lama kami masukkan ke kamar tamu,  tempat tidur untuk Putri sendiri beserta lemari anak nya. Selebihnya, kami buka yang diperlukan saja. Karena setiap Box sudah kami tulis isi nya, maka ini cukup memudahkan kami dalam meletakkan barang barang nya dimana .

Rumah Tasmania

Hampir satu tahun kami di Destarata, dan akhirnya rumah idaman kami selesai , kembali kami pindahan, karena Cuma di belakang rumah, kami tidak sewa truk, tapi cukup colt buntung untuk bawa perabotan besar. Perabotan kecil yang masih dalam box kami bawa sedikit demi sedikit menggunakan mobil. Beberapa barang malah tidak kami packing lagi, tinggal gotong gotong aja, jadi ga terlalu repot lagi setelahnya. Proses pindahan lumayan cepat , ya karena Cuma pindah deket aja.

 

Ya, di rumah ini lah, Tasmania, kami sekarang tinggal, insya Allah tempat terakhir kami, tempat untuk membesarkan anak anak kami, tempat aku kehilangan putra ke 4 ku, dan tempat aku melahirkan si bontot Fadhl. Tempat aku mendapat kehidupan yang lebih baru, dengan pola pikir baru, dengan orientasi baru, dengan semangat baru. Perjuangan panjang masih terbentang, di setiap detiknya ada pelajaran berharga untuk dipetik maknanya. Semoga perjalanan hidup kami selalu dalam keberkahanNYA, dalam lindunganNYA...

 

Tips Pindah Rumah ala Eva:

1 Pastikan tanggal kepindahan beserta jam , survey dulu jasa pengangkutan barang, siapkan ijin pindahan dari RT setempat.

2. Minta ijin pula dengan RT tempat yang baru, laporkan  bahwa kita akan pindah tanggal sekian, hal ini untuk mempermudah saat kendaraan kita memasuki lokasi.

3. Persiapkan diri dan keluarga anda secara fisik dan mental. Ceritakan mengapa harus pindah, dan ajak semua berperan serta dalam parking

4. Pilah dan pisahkan barang barang sesuai lokasi atau fungsinya. Masukkan dalam Box , jangan lupa tulis isi box tersebut dengan spidol besar. Untuk barang pecah belah tulis juga untuk tidak dibanting/ditumpuk.

5. Saat tiba ditempat baru, tempatkan box box itu ditempatnya, tidak perlu di buka saat itu, yang penting barang sudah berada pada posisi yang diinginkan.

6. Libatkan anak anak dalam packing dan bongkar muatan. Biarkan mereka menyusun sendiri kamarnya, dan minta pendapat mereka pula dalam dekorasi rumah baru.

7. Berdoa dan berharap kebaikan .... Semoga rumah baru akan mendapat keberkahan dari Allah... Jangan lupa minta restu orangtua atas setiap keputusan..

 

 

 

Disertakan dalam Lomba Pindah Rumah yang di selenggarakan oleh Rinda di SINI

Wednesday, August 18, 2010

Berdamai dengan Batas


Manusia satu ini terkadang masih suka mudah diliputi godaan syetan untuk sombong dan lupa akan adanya batas kemanpuan, kemampuan fisik terutama. Berasa smua bisa diatasi , ga terlalu mau ngerepotin orang lain, ga mau membagi beban kepada orang lain, dan yang jelas selama masih bisa berdiri, ya masih merasa badannya sehat untuk menahan beban di otak, hati dan raga.

Dua minggu berkutat menjadi perawat anak2 yang sakit, dimulai dari Putri, lanjut ke Fadhl dan Maisaan, tidur ga karuan, pikiran kemana mana, menata hati , menata rasa, menata lisan, semua demi menyenangkan pihak lain. Menutupi apa yang bisa ditutupi agar yang memberi perhatian tidak tersakiti karena nasehat untuk memberikan obat obat dan rekomendasi dokter canggih terpaksa aku tolak demi suatu yang bernama rasionalitas.

Merangkap menjadi istri yang harus membereskan rumah tanpa asisten sama sekali , mencoba menghela peluh dengan istighfar dan mencoba mengganti bayang tumpukan setrika menjadi  tumpukan pahala yang menantiku di syurga. Menahan diri dari permohonan bantuan supaya di bawain makanan karena sudah tiada tenaga untuk meracik sekedar sayur bayam , hingga terpaksa angkat telepon dan merogoh anggaran yang tidak dicadangkan .

Merangkap menjadi penjaga  toko yang harus terus memberi senyum, berargumen semanis mungkin , menahan pedih karena penawaran yang sadis, melipat barang yang Alhamdulillah masih ada yang menyentuhnya, mengatur waktu untuk mengisi stock, mengatur margin agar dapat membayar gaji asisten toko termasuk THR nya yang masih gelap dirasa, nego sana sini supaya dapat kemudahan barang, sampai dengan menjadi kurir untuk mengantar paket yang akan diterbangkan ke pembeli setia.

Disaat yang sama masih juga berlaga menjadi pahlawan kesiangan, ngasih nasehat sana sini padahal diri sendiri terkadang lupa akan nasehat yang di beri. Sabarlah kawan, seraya diri menangis karena keluhan lelah.. Tegarlah sahabat, sementara diri meringkuk di kasur menahan pedih diri karena letih dalam jiwa.  Munafik kah aku? ya mungkin kala itu .. lalu apa yang aku harus nasehatkan kepada sahabat , apa aku harus mengeluh pula ? .... Fiuuhh.... tak mengapalah, karena setelah lelah mata ini mengeluarkan air yang tertumpah, angin ketenangan akan datang dan mencoba memberi kekuatan serasa mengingatkan akan iman dan takwa.  Baik kawan, aku sabar dan aku tegar... (I hope)

Lalu batas itu mulai menghampiri... Tubuh dingin terasa , cairan sinus mulai menumpuk, termometer menunjuk 38,6, kepala begitu berat, dan air mata terus mengalir tanpa mampu di tahan. Aku tak sanggup bangun... tapi tiada makanan untuk berbuka bagi anak2. Aku harus bangun dan bangkit. Berjalan tertatih menahan beban yang berusaha meringkukkan kembali tubuh ke peraduan, bangun... ayo bangun,  sebentar lagi, sekedar masakan telur untuk mereka berbuka, sekedar membuatkan teh hangat dan es sirup kesukaan si kecil . Aku mampu.... Tidak ada lagi kekuatan untuk kesedar berucap tolong ... Sedikit harapan supaya dia mengerti akan kondisi ku sirna , seiring dengan kepergiannya keluar rumah. Ya sudahlah , aku mungkin masih sanggup berdamai dengan batas itu. Jalani saya, Allah akan melindungi....

Perdamaian dengan batas ternyata tidak dapat di perpanjang, darah bergejolak di dalam tubuh, melemahkan tulang yang sudah tidak sanggup menopang diri yang letih dan lemah, mata tak sanggup lagi untuk sedikit terbuka, lelah... begitu lelah..... Aku ingin sebentar menulikan telinga dan membutakan mata, aku ingin sebentar terbang ke atas , bermain angin dan berselimut awan yang lembut ... sebentar... sebentar.. sebentarrr saja.

Wah.... ada pohon rindang sekali di situ, sepertinya nyaman untuk sekedar membaringkan tubuh di salah satu dahan besarnya, hmmm aku masih bisakah memanjat pohon itu , ah coba sajalah ... mencari kenikmatan hrus ada perjuangkan toh. wohohoho..  ini tubuhku yang berat atau aku nya yang sudah terlalu lemah ? Hop.. satu hentakan lagi aku mampi naik di dahan itu. Yap ... aku sudah berpegangan .. Alhamdulilah dahan ini begitu bersih, aku ingin bersandar sebentar saja... Kupejamkan mata  , seraya membiarkan suara gemericik air dan suara kicauan burung menjadi lagu pengantar tidurku. Nikmat nian.....

hmmm suara apa itu, mengapa desiran air nya begitu sumbang, mengapa kicauan suara burung menjadi begitu sengau ? Hoaaheemm.... aku tertidur berapa lamakah ?

"Bundaaaa...... bunda jangan tidur  terus, ade sayang bunda" 

Astaghfirullah.... tertidur aku rupanya.. disampingku lengkap anak anakku, memeluk dan menciumku, Ya Allah.... inilah penguat diriku, obat bagi deritaku, tenaga untuk tiap langkahku..  Nak, ibu baru bertemu batas manusia ibu, ibu ingin membiarkannya dahulu, ibu ingin sebentar melupakan daftar pekerjaan ibu, ibu ingin memberikan hak kepada tubuh ibu untuk sekedar merangkai susunannya kembali. Hingga tulang tulang kembali bersahabat untuk mampu menopang tubuh ibu, hingga darah yang mengalir, tak enggan menghampiri kepala dan jantung ibu membawa oksigen untuk menyegarkan diri ibu, hingga kepala ibu bisa tenang dan memblokir godaan syetan yang selalu berusaha membisikkan suudzon pada diri ibu. Bolehkah  ....?

Alhamdulillah , kini tinggal aku berdamai dengan perut ku, lambung yang masih mengeluarkan gas hingga terus membuatku mual dan mual. Aku masih harus berdamai dengan perut ini, maafkan karena aku tidak memperlakukanmu dengan kewajaran, berharap kekuatan selalu ada padahal ada batas kekuatan disana.  Baik lambung, kita perbaiki bersama.. kan kutahan semua rasa mual ini sementara, hingga waktunya berbuka, kita recovery setiap sel disana ...
Aku ingin sehat ... masih banyak yang membtuhkan aku disini...

Doakan aku kawan... aku tak terlalu peduli dengan beban apapun lagi... aku hanya ingin sehat saat ini, demi mereka, demi anak anakku ....